2025-09-03
Yogyakarta, Indonesia — Sebuah momen tak biasa terjadi di tengah panasnya atmosfer sepak bola nasional. Pemain asing PSIM Yogyakarta, yang biasanya hanya disorot karena performa di atas lapangan, kini menjadi sorotan karena tindakan simpatik dan penuh makna. Dalam sebuah laga kandang yang disaksikan ribuan suporter setia, dua pemain asing PSIM terlihat mengangkat tangan dengan simbol perdamaian dan menunjukkan ekspresi serius yang mencerminkan keresahan mereka terhadap kondisi sosial di Indonesia.
Gestur tersebut bukan sekadar selebrasi biasa. Menurut informasi yang dihimpun dari berbagai sumber internal klub dan fans yang hadir di stadion Mandala Krida, para pemain asing tersebut menyuarakan dukungan terhadap gerakan “Ayo Bersuara” — sebuah kampanye yang menyerukan perhatian terhadap ketimpangan sosial, isu kemanusiaan, dan keadilan yang akhir-akhir ini semakin mencuat ke permukaan.
Pemain yang berasal dari Eropa Timur dan Amerika Selatan itu terlihat mengangkat dua jari membentuk simbol perdamaian saat peluit akhir pertandingan dibunyikan. Beberapa saat sebelumnya, mereka tampak berbicara serius dengan rekan-rekan tim dan mengajak suporter berteriak bersama. Aksi ini langsung viral di media sosial, dengan berbagai pendapat bermunculan — dari yang mendukung hingga yang mempertanyakan motifnya.
Namun, menurut pernyataan dari juru bicara PSIM, aksi ini murni berasal dari keprihatinan pribadi para pemain asing tersebut yang selama berminggu-minggu telah menyaksikan dan merasakan langsung beberapa masalah di sekitar lingkungan tempat tinggal dan tempat latihan mereka.
Manajemen PSIM Yogyakarta menyatakan mendukung penuh ekspresi damai yang dilakukan oleh para pemainnya selama tidak mengandung unsur provokatif atau bertentangan dengan nilai-nilai klub dan sepak bola Indonesia. Direktur Klub, Bayu Rahmadani, mengatakan:
"Kami tidak melarang pemain kami untuk menyuarakan pendapatnya. Sepak bola bukan hanya tentang menang dan kalah, tapi juga platform untuk menyuarakan hal-hal penting. Selama itu tidak menyinggung SARA dan masih dalam batas etika, kami akan berdiri bersama pemain kami."
Di sisi lain, sejumlah tokoh masyarakat dan fans menyambut baik tindakan ini, menganggap bahwa sepak bola bisa menjadi media penghubung untuk menyuarakan keresahan rakyat kecil. Tagar #AyoBersuara pun sempat trending di X (dulu Twitter), dengan ribuan netizen menyatakan dukungan mereka terhadap aksi tersebut.
Meski tidak dijelaskan secara rinci oleh para pemain, namun banyak pihak menduga isu yang mereka soroti berkaitan dengan kondisi kehidupan warga sekitar stadion yang terdampak proyek renovasi, isu keadilan dalam distribusi bantuan sosial, hingga keamanan dan toleransi antarwarga yang sedang jadi perbincangan hangat di Yogyakarta.
Isu-isu ini bukan hal baru, namun sering kali luput dari perhatian karena kurangnya eksposur media. Dengan adanya aksi dari pemain asing ini, diharapkan lebih banyak pihak yang membuka mata dan tergerak untuk memperbaiki keadaan.
Sepak bola tak lagi hanya hiburan, melainkan juga ruang sosial yang kuat. Seperti yang pernah dikatakan Eric Cantona, legenda Manchester United: "Football is not just a game, it's a mirror of society." Dan PSIM Yogyakarta, lewat pemain asingnya, baru saja menjadi cerminan dari suara-suara yang lama tenggelam.
Kita sebagai masyarakat bukan hanya penonton — kita adalah bagian dari sistem. Bila ada yang bersuara untuk kebaikan bersama, tugas kita bukan membungkam, melainkan mendengarkan.
Aksi dua pemain asing PSIM Yogyakarta ini membuktikan bahwa sepak bola adalah alat pemersatu dan pemantik kesadaran sosial. Kini tinggal bagaimana kita sebagai bagian dari bangsa menyambut suara mereka, dan bukan hanya menonton — tapi juga ikut bersuara.